Senin, 20 Juni 2011
Kadang kita merasa “benar” pilihan kita tentang seseorang. Seolah apa yang ada dihadapan kita adalah sosok yang selama ini kita cari. Sosok yang bisa mengisi kekosongan hati dan bahkan melampaui seorang juru selamat. Ibarat bulan purnama yang menerangi malam yang gelap. Sinarnya pun mampu mengalahkan nyala bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Silaunya seakan membutakan hati untuk tidak berpaling ke sinar yang lain. Kehadirannya “hanya” membuat diri kita tak beranjak dari tempat kita menatap sang bulan dan menganggap bahwa dia hanya satu-satunya bulan yang mampu menerangi hati kita.
Suatu ketika seorang laki-laki nampak terdiam di sudut kamar. Cahaya bulan nampak begitu terang hingga mampu menerangi kamarnya yang gelap. Bulan seakan hadir di dalam kamar itu, walaupun hanya cahayanya saja yang mampu masuk ke dalam kamar. Senyum pun nampak di bibir sang laki-laki. Dia merasa sang bulan telah membantunya keluar dari kegelapan. Memberikan semangat dan keceriaan di hati sang laki-laki.
Setiap malam sang laki-laki mendengar kisah sang bulan melalui cahaya yang masuk ke dalam kamarnya. Meski kadang sang laki-laki dianggap “gila” dan keluar dari logika, tapi dia tetap tekun dan sabar mendengarkan keluh-kesah sang bulan. Bahkan setiap kisah yang keluar dari mulut sang bulan menjadi rekaman sejarah yang akan selalu diingat dalam peradaban hati sang laki-laki.
Keduanya pun saling membuka diri masing-masing dengan bercerita satu sama lain. Mengungkapkan sisi paling dalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya sang laki-laki merasa bahwa apa yang terjadi begitu sempurna. Namun, sayangnya hidup tak selamanya sempurna. Sang bulan tetap menjadi bulan yang menyinari bumi dari kejauhan. Dan sang laki-laki berada jauh di atas bumi. Kadang sang bulan begitu dengan bumi, namun kenyataannya tangan sang laki-laki tak pernah menyentuhnya.
Berbahagialah orang yang telah mencapai bulan dan menancapkan “tanda” bahwa bulan sudah menjadi milik orang lain. Merasakan rasa dingin dan sepinya bulan dan bahkan meninggalkan jejak yang membuat bulan tak bisa dijejaki kaki orang lain.
Sang laki-laki pun hanya bisa menatap keindahan bulan dari balik jendela kamarnya yang gelap. Meski hanya bisa saling bercerita lewat cahaya yang masuk ke dalam kamarnya, tapi sang laki-laki bahagia karena dia tetap bisa menyapa bulan setiap malam. Meski keduanya berjauhan, keduanya tetap saling melemparkan senyuman dan berbagi kehangatan. Sang laki-laki pun memilih untuk menghormati keputusan Bulan untuk berada jauh dari bumi. bulan memang bukan milik sang laki-laki, tapi bulan tetap menyinari hati sang laki-laki. Meski pada akhirnya ini tidak akan ada akhirnya, tapi sang laki-laki selalu menyapanya setiap malam.
Mungkin bulan juga bukan milik saya, bisa saja semua orang akan mengakui kepemilikan bulan. Jangan-jangan bulan memang sengaja membutakan orang yang “memuja”-nya. Ah, semoga saya tidak menjadi sang laki-laki yang setiap malam menunggu sang bulan dengan sia-sia. Saya pikir, biarkan dia bersinar dan menerangi hati kita. Semua hal terjadi karena sebuah alasan. Mungkin yang satu ini alasannya hanya Tuhan yang tahu dan menjadi sebuah misteri. Jangan buat diri kita sia-sia dan mengorbankan kebahagiaan kita untuk suatu pilihan yang kita anggap satu-satunya tepat untuk kita. Bulan memang akan selalu bersinar terang tapi tak selama cahaya bulan ada untuk kita. Toh, jika memang berjodoh dia akan ada untuk saya dan saya ada untuk dia. Selamat malam Bulan! (by : Jody)
Label: about me
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar